Senin, 20 April 2009

SAJAK-SAJAK MELATI


Muhajir Arifin




“Satu kali kehidupan dalam kasih lebih berarti daripada ribuan kehidupan tanpa kasih.
Dan, matinya rasa kasih dalam diri lebih menyedihkan daripada ribuan kematian.”
[Hazrat Inayat Khan]




KEPADA TITIK NURFATMAWATI

1
seperti malam:
begitu tenang
begitu tak lekang

dengan khusyu’
ia belai sebuah jiwa
bagai do’a yang tak kunjung reda

tembang syahdu pada jiwa tualang—
begitulah rasa sayang

2
seperti subuh:
selalu jernih
embun pembersih
wudlu yang suci

kasih—
jangan pernah raib itu dari hati

3
dan
cinta yang menerang
seantero ruang

seperti siang:
benderang dian

mengusir hampa
yang lingkupi jiwa

(Lamongan, 2009)


DEMI HATI

demi hati yang maha hening
demi desahannya yang menggetarkan

demi jiwa yang maha tenang
demi nyanyiannya yang menggema
hingga relung-relung panjang

demi dia yang memahat keindahan subuh
aku hanya punya niat baik untukmu

(Lamongan, 2009)


KALIMAH SUNYI

aku hembuskan pada kulit tubuhmu,
aroma pagi dan semerbak melati

merebahkan dalam pangkuan desah nafasmu,
kesah panjang yang melelahkan, luka dan deraan

aku bisikkan ke dalam hening hatimu,
sebait kalimah yang diucapkan kesunyian

aku pasrahkan cinta pada jiwamu,
agar engkau menggelorakannya wahai kekasihku

aku kuatkan harapan:
menyuntingmu dengan hikmah sebagai istriku,
membangun sakinah, mawaddah, warrahmah…

(Lamongan, 2009)


KE SEBUAH TELAGA

seluruh rasa sudah kita alirkan sayangku
jiwa dan hati turut serta bersamanya

belum seberapa jauh
namun bebatuan, kekayu dan belukar terhantam!
keraguan, ketakutan dan sayatan kecil luka-luka
pun menyakiti

aku bersyukur, kita dapat melewatinya
dengan senyuman dan gelak tawa

kita suguhkan pesta-pora kepada
luka, getir keraguan dan gelapnya ketakutan

sayangku, tinggal tiga depa
kita jumpa… semoga kita mampu mengalirkan
cinta ke sebuah telaga yang rimbun oleh pepohonan
dan aneka bunga, semerbak oleh haruman dan wewarna:
telaga yang bening, hening… oh… tenangnya…

(Lamongan, 2009)


SELAMAT SORE CINTA

rengkuhlah kesegaran senja wahai melati
selimuti jiwamu dengan merah-rona yang sunyi…

rasakanlah kasih sayangku yang berhembus lirih bersama angin:
memberimu kecupan biru dan ucapan “selamat sore cintaku…”

(Lamongan 2009)


JASMINE I

tak ada yang mampu memaknai kedalaman jiwamu
kecuali kelepak senja

kecuali kelepak senja

maka ungkapkanlah beberapa
desah

(Pare, 18 April 2009)


JASMINE II

akulah sang pejalan yang kelelahan itu
yang dibimbing sang waktu, mampir di terasmu

akulah orang itu, sang pengangum
dua kelopak bibir dan gerat leher yang indah

akulah orang itu,
yang mengajakmu beranjak
dari kubang pengap masa lalu
akulah orang itu,
yang memapah langkah-langkahmu
dan meraihmu pundakmu ketika jatuh
akulah orang itu,
yang akan selalu memperlakukanmu sebagai
manusia utuh—
yang akan membawamu pergi dari tradisi dungu

bersamaku,
ayo melangkah menuju harapan-harapan itu,
wahai melatiku…
membangun rumah mungil di tepian telaga itu…

—lihatlah senyum kebahagiaan yang mengembang
dari bibirku,
ketika engkau tersenyum dan menganggukkan
wajahmu yang biru

(Kediri, 19 April 2009)


MAGHLIGAI SUCI

tuhan, engkau tahu aku mencintainya
aku cinta dia… aku cintai masa lalunya, dia kini dan
semoga aku cintai dia di masa depan

tuhanku yang baik, engkaulah yang maha-misteri,
engkau yang mempunnyai rengkuhan paling api,
dekaplah kami dalam kasih

engkau yang maha teka-teki, yang maha ngerti
gerak-terlembut hati, cintai kami
berikan pengantin cinta ini kesempatan,
mereguk inti-surga yang engkau bentangkan di bumi

engkau, tuhan yang maha mendengar jerit tersunyi jiwa kami
berilah kami arti, berilah kami maghligaimu yang suci

(Pasuruan 23 April 2009)


JANGAN PATAH, KEKASIHKU...

jangan membenci kesalahan
karena di sanalah benih-benih
kebenaran akan tumbuh

jangan serapahi keburukan
karena dari sana keindahan
akan bersemi

luka dan deraan
pahit dan kegetiran
itu keniscayaan

kita rasakan semuanya
dengan senyum dan cinta,
hingga jiwa akan tertempah
dan hati semakin jernih

wahai kekasihku, anugerah terindah
yang dilimpahkan langit kepadaku,
jangan patah semangatmu
karena itu akan mematahkan aku

jangan... jangan padam gairahmu
karena akan meredup pula aku

meski akan terasa payah,
kita harus terus melangkah...

lihatlah, danau itu begitu bening
begitu hening...

(Lamongan, Juli 2009)